Bukan tanpa bukti ketika Goethe, misalnya, melontarkan sebuah ungkapan menarik, seperti terepresentasikan dalam refleksi sosiologis Weber tentang perkembangan agama di bawah kapitalisme, bahwa orang-orang Kristen mencari Tuhan tapi malahan dengan menciptakan setan. Itulah salah satu paradoks peradaban modern. Dari Weber kita diberi tahu bahwa jika agama (Protestan) telah menjadi pendorong yang hampir bersifat kausal bagi perkembangan kapitalisme, yang terakhir (kapitalisme) justru bertindak sebagai tali gantungan yang mengantar agama pada titik nadir peran dan fungsinya. Jalinkelindan relasi antara agama dan kapitalisme tidak berupa simbiosa mutual melainkan parasitis. Kapitalisme menjadi benalu yang terus-menerus menggerogoti kehidupan agama-agama.
Read More…Esai Plesetan tentang Mimpi dan Descartes. Dimuat majalah Matra, Desember 1996
Apa yang berharga dari sebuah mimpi? Martin Luther King Jr. disanjung orang antara lain juga karena ia bisa mengukuhkan sebuah mimpi menjadi itikad yang begitu keras, dan gelombang pengikut yang bergelora. Ia bermimpi tentang tumbuhnya Amerika Serikat yang lebih toleran, yang tidak melihat dosa manusia melulu dari warna kulit. Walaupun King mati sambil mendekap mimpinya yang berantakan,--karena AS sampai kini tetap menjadi salah satu negeri rasialis terbesar--toh penghormatan orang tidak lantas berkurang karenanya. Meskipun dalam pidatonya ia mengatakan bahwa “semalam ia bermimpi”, tapi mimpi King kemungkinan bukanlah apa yang sering disebut “kembang tidur”, melainkan sebuah kiasan untuk tekad atau harapan tentang masa depan yang letaknya tidak musti selalu jauh. Kita, di sini, sampai ini hari, biasa menyebut mimpi-mimpi yang langsung terkait atau tidak--artinya sengaja dikait-kaitkan--dengan sebuah realitas di luar tidur itu sebagai cita-cita. Tapi ia juga bisa berarti wangsit atau ilham.
Read More…Kolom Intermezo di Majalah Matra, Januari 1998
“Here is the test of wisdom, Wisdom is not finally tested in schoolds, Wisdom cannot be pass’d from one having it to another not having it, Wisdom is of the soul, is not susceptible of proof, Is its own proof” (Walt Whitman, "Song of the Open Road", diambil dari Leaves of Grass, edisi 1954).
Tidak begitu jelas berapa orang di negeri ini yang telah menyandang gelar doktor sebagai puncak prestasi akademisnya. Karena menyandang gelar tertinggi, tampaknya, mereka cenderung tidak suka diikat dalam satu wadah seperti Ikatan Dokter Indonesia untuk para dokter medis, atau Persatuan Insinyur Indonesia untuk para alumna keteknikan. Sementara itu, konon, ada rektor sebuah universitas ternama yang bahkan tengah berupaya keras agar pada tahun 2000 nanti universitasnya, paling tidak, akan memiliki 1.000 orang doktor pelbagai jurusan.
Read More…Sosiologi, Teknologi
Sumber kearifan di zaman kita kini barangkali bukan lagi petuah kaum tua tapi film kartun. Kaum tua terlampau sering merasa benar sendiri, sehingga lebih sanggup mendatangkan rasa bosan yang menentang ketimbang pendengar yang antusias. Selain itu, orang tua kelewat lamban, tak sesuai dengan desakan sumber-sumber informasi lain yang terus-menerus saling menjatuhkan. Dunia kita sekarang, seperti kata Lyotard, terlampau sarat kanal frekwensi informasi bahkan sampai overloaded : Terlampau sering mendengarkan omongan orang tua, dengan demikian, berarti membiarkan diri kita sendiri tertikam kesepian dalam gaduhnya kabar dan peristiwa yang mbludak. Apalagi karena sesungguhnya kita telah menjadi korban dari kelangkaan informasi justru di tengah hirukpikuknya lalulintas kata dan benda, dan warta sejagat.
Read More…Sosiologi, Budaya
Keterangan Foto: Buddha head embedded in a Banyan tree, Wat Mahathat, Tha Wasukri, Phra Nakhon Si Ayutthaya District, Phra Nakhon Si Ayutthaya, Thailand. Wat Mahathat's Buddha Head is a famous statue that over the decades has been overgrown with the roots of a Banyan Tree. It rests in Thailand's ancient city of Ayutthaya, about an hour and a half from Bangkok. Most people who venture out to this ancient city have a fairly good idea of why they want to go there. I on the other hand, arrived not really sure what to expect. While there, I turned my head and saw this face looking back at me and I realized I have stumbled upon something I have seen many times in photos but never planned to find it for myself. You can say it found me instead. https://unsplash.com/photos/ugm-yDj9Hi4.
Sebatang pohon bukan hanya bisa dijadikan lambang sebuah organisasi politik, melainkan juga jadi sumber dari segala hal yang kita anggap paling baik: kebijaksanaan. Konon, dalam keyakinan para pengikut Budha, ada sepokok kayu yang dianggap pangkal kemuliaan: pohon Bo(dhi).
Persis di bawah pohon Bo yang liar inilah, di abad keenam sebelum Masehi, jauh sebelum orang-orang Eropa mengenal dan membanggakan jargon Pencerahan, seorang pangeran bertafakur demikian keras, sedemikian kerasnya hingga ia membiarkan tubuh rupawannya menjadi rudin.
Sosiologi
Masih ingat The Time Tunnel? Sekitar lima belas tahun "yang lain", film ini diputar TVRI setiap jum'at malam dengan rasa bangga. Ini adalah sebuah serial science fiction Amerika dengan segala congkak sekaligus kebaikan hatinya. Gagasannya secara lengkap terpresentasikan dalam judul yang diangkatnya: Terowongan Waktu. Lorong yang bisa mengantarkan manusia untuk menjangkau sejarah secara tak terbatas. Ia bisa mengirim kita ke masa ratusan tahun yang lain, dan melemparkan kita ke dalam pelbagai riwayat pada ruang, tempat dan waktu ketika itu, tapi dengan kesadaran saat ini. Kemarin dan hari ini tidak lagi menjadi kategori-kategori penting dalam pengalaman manusia. Waktu tidak lagi bisa dipahami sebagai satuan linear pada apa kita tak memiliki kesanggupan untuk mencegat lajunya.
Read More…