Non-pribumi

Imlek dan Gandrung Kita pada Timur

Menyambut Imlek 17 tahun silam


Share


“Blog

Pada mulanya adalah warna kulit. Batas antara “yang sama” dan “yang lain” ditarik begitu tegas: aku “pribumi”, Indonesia asli, muslim, dan kau orang-orang keturunan, bukan asli, nonmuslim, nonpri. Kemudian kita ramai-ramai mendefinisikan dosa-dosa orang lain. Melalui KTP, atau surat keterangan lain. Dalam bisnis atau perhelatan-perhelatan politik, dan birokrasi yang gendut. Setelah itu proses-proses sejarah memunculkan pembedaan lain: aku miskin, kau kaya raya, aku papa sedangkan kau begitu berlimpah. Tanpa harus membaca Proudhon, aku tahu milikmu adalah hasil curian, hasil persekutuan sesat dengan kekuasaan yang menindasku. Dan karena itu, satu saat aku harus mencurinya kembali.

Read More…