Ginandjar-Gate

Artikel Mini-Kata Koran Cepat Detik.


“Blog

Dalam kasus Ginanjar Kartasasmita, yang harus dipersoalkan bukan saja keseriusan pemerintah, melainkan juga kesungguhan kita memerangi korupsi. Mengapa orang ribut membela Ginanjar dengan pelbagai alasan?

Nasib politik Gus Dur memang malang berkepanjangan. Setiap putusannya selalu dihadapi penolakan politis parlemen dan mereka yang sudah bosan dengannya. Penangkapan Ginanjar kemudian malah berkembang menjadi sebuah skandal politik baru. Logika rumusan klasik “musuh dari musuhku adalah kawanku” dipakai sebagai basis sebuah politik pembentukan persepsi. Mereka berusaha menggiring persepsi masyarakat untuk menciptakan seorang musuh bersama, Gus Dur. Konsekwensinya, siapa pun yang sedang berhadapan dengannya harus dibela dengan segala cara. Dan pada banyak kasus persepsi adalah realitas itu sendiri.

Dalam kondisi penuh ketegangan politik seperti sekarang, orang akan dengan mudah melihat politisasi setiap proses penanganan hukum. Ukurannya bukan substansi proses hukum, tapi lebih pada proses penciptaan musuh bersama tadi. Untuk kebutuhan ini yang dikembangkan kemudian adalah mekanisme penyangkalan politis melalui wacana, agar proses hukum dipahami rakyat lebih sebagai manuver politik. Konkretnya, banyak upaya pengerahan citra dalam media untuk menciptakan kesan bahwa Ginanjar wrongfully accused, sebagai korban yang harus dibela bersama.

Tuduhan bahwa Gus Dur melakukan intervensi politik atas upaya penegakan hukum, misalnya, juga jadi menjengkelkan ketika pada saat yang sama Amien Rais bahkan terang-terangan mengaku telah menelpon Jaksa Agung dan memintanya menangkap tersangka koruptor yang lain. Tidakah ini juga satu bentuk intervensi politik? Bentuk-bentuk permainan kekuasaan semacam itu telah membelokkan sekian banyak proses eliminasi korupsi hanya menjadi skandal politik. Heboh diperdebatkan, tapi tidak pernah benar-benar diselesaikan.

Jakarta, 13 April 2001